Publikpost.com, Bengkulu Utara-
Perkara dugaan penggelapan aset negara yang menyeret nama mantan Ketua DPRD Bengkulu Utara periode 2019–2024, Sonti Bakara, SH, hingga kini masih dibiarkan menggantung tanpa kejelasan hukum. Tak satu pun langkah serius diambil oleh aparat penegak hukum maupun Inspektorat. Fakta ini memunculkan pertanyaan tajam dari publik:
Apakah barang milik negara bisa berubah status menjadi milik pribadi hanya karena tak ada penindakan.
Pasca pergantian unsur pimpinan DPRD, sederet aset yang seharusnya tetap berada di rumah dinas pimpinan dewan justru dinyatakan hilang. Pemeriksaan oleh Sekretariat DPRD bersama BPK RI Perwakilan Bengkulu menemukan bahwa sejumlah barang seperti TV, perangkat karaoke, meja makan jati, lemari besar, hingga kasur, yang jelas-jelas terdaftar sebagai milik negara, telah raib tanpa jejak.
Yang lebih mencengangkan, Sonti Bakara mengakui secara lisan bahwa barang-barang tersebut dibawa keluar olehnya, dengan dalih untuk diperbaiki. Namun hingga hari ini, tidak ada satu pun yang dikembalikan. Tidak ada bukti perbaikan, tidak ada surat peminjaman resmi, bahkan tak ada niat baik yang terlihat jelas.
Ini bukan sekadar kelalaian. Ini adalah sinyal terang dugaan penyalahgunaan aset negara secara sadar dan sistematis.
Fakta ini semestinya cukup kuat untuk menjadi dasar penyelidikan hukum, atau setidaknya klarifikasi terbuka dari pihak berwenang. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: diam seribu bahasa. Tidak ada penyelidikan. Tidak ada teguran. Tidak ada tindakan.
Sunyi senyap yang mencurigakan.
Dan dalam sunyi itulah, kekhawatiran publik tumbuh:
Apakah ini jalan pintas legalisasi pencurian aset negara oleh pejabat.
Aktivis antikorupsi Bengkulu Utara, Burmansyah, mengingatkan bahwa pembiaran ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi tata kelola aset negara di masa depan.
“Kalau pejabat bisa bawa pulang kasur, TV, dan meja makan negara, lalu cukup mengaku lisan tanpa bukti, itu sudah pelanggaran. Dan ketika tidak ditindak, itu bukan kelalaian, itu pembiaran sistematis,” tegas Burmansyah.
Lebih lanjut ia menyoroti bahwa jika aparat penegak hukum terus bungkam, maka bukan hanya aturan yang rusak, tapi juga kewibawaan negara.
“Hari ini barang negara dibawa dan dibiarkan. Besok bisa jadi rumah negara pun diklaim jadi milik sendiri. Ini bukan urusan perabot, ini soal harga diri institusi dan supremasi hukum,” tandasnya.
Pertanyaan pun menyeruak di tengah masyarakat:
Sampai kapan publik harus menyaksikan pembiaran ini,
Sampai barang-barang itu lenyap permanen,
Atau sampai Sonti Bakara leluasa menyulap semua aset negara menjadi properti pribadi tanpa satupun proses hukum.
Dalam pernyataan kerasnya, Burmansyah menyebut bahwa pembiaran ini tak lagi bisa dianggap sepele.
“Ini bukan soal lupa. Ini soal niat. Ini soal dugaan penjarahan aset oleh mantan pejabat publik yang kini dilindungi oleh diamnya aparat. Hukum harus ditegakkan sebelum semuanya benar-benar sah jadi milik pribadi,” pungkasnya.
Redaksi telah berupaya menghubungi Sonti Bakara untuk meminta klarifikasi atas dugaan ini, baik melalui sambungan telepon maupun pesan tertulis. Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan atau hak jawab. (red)












