Bengkulu – Publikpost – Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Bengkulu Utara resmi melaporkan kasus dugaan penganiayaan dan pembakaran atribut organisasi ke Polres Bengkulu Utara. Insiden tersebut menimpa seorang anggota PSHT bernama Agus Efendi (15), warga Desa Gembung Raya, Kecamatan Napal Putih, pada Sabtu malam, 3 Mei 2025, sekitar pukul 20.30 WIB.
Peristiwa bermula ketika Agus Efendi tengah berboncengan dengan seorang remaja perempuan bernama Marsya, menggunakan sepeda motor milik Marsya untuk berkeliling di sekitar kecamatan. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Rahel Teguh Tri Pratama anggota PSHT lainnya yang menitipkan satu buah bendera bertuliskan “PSHT Rayon Gembung Raya” untuk disimpan dalam jok motor.
Tidak lama kemudian, tepat di depan rumah Sekretaris Desa Gembung Raya, ibu Wipi, Agus Efendi diberhentikan secara tiba-tiba oleh dua orang pria, yakni Suyanto (Terlapor) dan Pian. Tanpa banyak bicara, kedua pria tersebut langsung menganiaya korban hingga terjatuh ke jalan. Bahkan, Suyanto sempat menodongkan pisau jenis kuduk ke leher Agus sambil mengeluarkan ancaman pembunuhan terhadap ayah korban.
“Aku dulunya itu tukang bunuh orang lho! Siapa nama bapakmu? Bapakmu itu besok aku bunuh!” ujar Suyanto seperti ditirukan korban.
Dalam kondisi ketakutan dan luka-luka, Agus Efendi berhasil melarikan diri dan meminta perlindungan di rumah ibu Wipi. Ia kemudian dilarikan ke Pos Kesehatan Desa untuk mendapat perawatan medis. Selang beberapa waktu, Suyanto diketahui memeriksa jok motor dan menemukan atribut PSHT berupa bendera dan sakral. Dalam keadaan emosi, ia langsung membakar atribut tersebut.
Ketua PSHT Cabang Bengkulu Utara, Abdu Rohman, S.Pd, menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak hanya melukai secara fisik anggota mereka, tetapi juga mencoreng marwah dan martabat organisasi.
“Benar, hari ini Rabu, 02 Juli 2025 kami telah resmi melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan dan perusakan atribut organisasi ke Polres Bengkulu Utara. Kami mempercayakan proses hukum ini kepada pihak kepolisian dan mengimbau seluruh anggota PSHT untuk tidak terprovokasi, tetap menahan diri, dan tidak mengambil tindakan yang dapat merugikan organisasi,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Cabang III PSHT Bengkulu Utara, Septian Yamaika, M.Kom.
“Tidak ada yang bisa membenarkan tindakan kekerasan dan pembakaran simbol organisasi. Kita hidup di negara hukum, dan kami berharap kasus ini diproses secara adil dan tuntas,” katanya.
Pihak PSHT juga telah menunjuk tim kuasa hukum yang terdiri dari Jejen Sukrilah, S.Sy., MA; Yuse Palme, S.H., M.H; Ahmad Mukhlas Assyukri, S.Sy., M.H; dan Jupriadi, S.H.
Menurut tim kuasa hukum, berdasarkan bukti awal dan keterangan saksi-saksi, perbuatan terlapor diduga melanggar sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni:
- Pasal 170: Kekerasan secara bersama-sama terhadap orang,
- Pasal 187: Pembakaran,
- Pasal 335: Perbuatan tidak menyenangkan,
- Pasal 351: Penganiayaan,
- Pasal 406: Pengrusakan barang.
“Untuk sementara ini kasus telah masuk tahap penyelidikan. Kami percaya kepada penyidik Polres Bengkulu Utara untuk segera menetapkan status tersangka berdasarkan bukti dan keterangan yang telah kami berikan,” ujar Jejen Sukrilah selaku juru bicara tim kuasa hukum.
Tuntutan PSHT: Proses Hukum Tuntas
Organisasi PSHT mendesak pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini, menangkap para pelaku, dan memproses mereka secara hukum. PSHT menegaskan pentingnya perlindungan hukum terhadap anggotanya dan simbol organisasi agar tercipta rasa keadilan serta mencegah tindakan serupa di masa depan.(nz)